PESAN SEGERA

Dengan 50rb dapatkan : 1 ASKEP atau, 2 SAP+2Leaflet, atau 2 Artikel, atau 3 Askep Persentation dan Terima Pesanan

Thursday, January 25, 2018

KARYA TULIS ILMIAH (KTI) POST PARTUM SPONTAN HARI KE-1

DUNIA KEPERAWATAN | 1:59 PM | 1 Comment so far
ABSTRAK

PROGRAM PENDIDIKAN D III KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KOTA SUKABUMI


Asuhan Keperawatan Pada Ny. R Dengan Post Partum Spontan Hari Ke-1 Di Ruang Mawar Merah RSUD R. Syamsudin, SH Sukabumi.


        viii, 85 halaman,  2 tabel, 2 gambar,   2 lampiran
Karya Tulis  ini berjudul Asuhan Keperawatan Pada Ny. R Post Partum Hari Ke-1 Di Ruang Mawar Merah RSUD R. Syamsudin, SH Sukabumi. Tujuan dari penulisan kasus ini adalah untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung dan konperensif. Metode telaahan yqng digunakan adalah deskriptif dengan tehnik wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, studi dokumentasi dan studi kepustakaan.
 Post partum adalah suatu masa dimana yang dimulai setelah kelahiran bayi sampai pemulihan kembali organ – organ reporduksi seperti sebelum kehamilan dan proses tersebut berlangsung kurang lebih 6 minggu.
Masalah keperawatan yang timbul menurut teori diataranya adalah nyeri, menyusui, resiko tinggi infeksi, eliminasi,volume cairan, pola tidur dan pengetahuan    sedangkan pada kasus ditemukan masalah yaitu keperawatan yaitu nyeri, resiko tinggi infeksi dan proses laktasi. Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang disusun sesuai teori dan dari masalah yang ditemukan secara keseluruhan dapat teratasi dalam perawatan selama 2 hari di rumah sakit dan 3 hari saat kunjungan rumah.
 Dari hasil Karya Tulis Ilmiah ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa tidak semua diagnosa yang ada diteori ditemukan pada kasus yang penulis kaji. Dalam pengkajian terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan dilapangan, untuk itu dalam proses keperawatan diperlukan pengkajian yang lebih mendalam dan pelaksanaan dilakukan sesuai dengan rencana tindakan menurut teori dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi klien serta fasilitas yang ada.

Daftar bacaan : 15 Buah (1995 – 2003)

INFO LEBIH LANJUT SILAHKAN KOMENTAR DIBAWAH

Jangan Lupa SUBSCRIBE chanel Youtube DUNIA KEPERAWATAN untuk UPDATE VIDIO KESEHATAN

Read more ...

Tuesday, January 23, 2018

CARA MENANGANI INFUSAN MACET TANPA SPOOLING

DUNIA KEPERAWATAN | 12:29 AM | 3 Comments so far
PENYEBAB INFUS MACET/TIDAK MENETES DAN CARA MENGATASINYA TANPA SPOOLING


1.       Kedap udara pada botol cairan, misal pada obat metronidazol/paracetamol infus;
Solusinya adalah membuat tekanan udara pada botol tinggi dengan menusukan needle/jarum
2.        infusan yang hampir habis; mengganti infusan ang hampir habis dengan cairan infus yang baru
3.       Salah pemasangan jenis infus set pada saat tranfusi darah atau infusan yang memiliki partikel besar; solusinya adalah mengganti infus set dengan tranfusi set
4.       Standar infus yang kurang tinggi; solusinya adalah dengan meninggikan tiang infus tersebut
5.       Jenis cairan infus yang memiliki kepekatan tinggi seperti darah dll, solusinya:
·         Solusinya adalah dengan cara membilas; yaitu mengganti sementara infusan dengan cairan normal salin
·         Mengusap/mengurut vena area penusukan infusan
·         Kompres dengan kapas/kasa alkohol
6.       Penancapan infus ke plabot tidak tepat (infus kurang nancap/patah); solusinya dengan menancapkan dengan mantap jarum infus set atau mengganti yang baru
7.       Adanya udara pada selang infus; caranya dengan memposisikan roll klem dibawah selang yang berisi udara dengan tujuan agar udara tidak masuk ke vena, selanjutnya lakukan penyentilan pada area selang yang berisi udara ampai udara pecah dan naik ke drip chamber
8.       Selang infus terlipat/terjepit; solsinya adalah dengan membebaskan selang infus yang terjepi/terlipat
9.       Posisi tangan menekuk; solusinya adalah dengan memposisikan tangan yang menekuk ke posisi lurus (anatomis)
10.   Fiksasi yang terlalu kuat dan ketat; solusinya adalah dengan mengganti, melonggarkan atau melepas perekat/plester
11.   Iv canula bergeser/menekuk; solusinya adalah dengan mengembalikan posisi iv canula ke posisi lurus, jika infusan tidak jalan maka sebaiknya di infus ulang

HATI-HATI DENGAN KASUS DIBAWAH INI, BOLEHKAH KITA MELAKUKAN SPOOLING  INFUS????
12.   Macet karena sudah terpasang infus lebih dari 3 hari
13.   Pembengkakan (oedem) pada area penusukan infus
14.   Adanya bekuan darah pada selang infus atau IV canula (Abocath/Pemvlon)
15.   Plebitis/kemerahan pada area penusukan IV Canula
Solusi Untuk keempat masalah diatas tidak dianjurkan untuk spooling dikarenakan akan memperparah pembengkakan (oedem), tomboplebitis, emboli dan trombus masuk kedalam aliran darah.

TONTON VIDIO PARODI PERAWAT; CARA MENGATASI INFUSAN MACET TANPA SPOOLING


JANGAN LUPA SUBSCRIBE & SHARE Chanel YouTube DUNIA KEPERAWATAN
Untuk UPDATE VIDIO KESEHATAN Lainnya
(^_^) SEMOGA BERMANFAAT (^_^)


REFERENSI:
Asmadi. (2008), Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC.
Joonne C La. Rocca. Shirley E. Otto. (1998).Terapi Intravena. Jakarta: EGC
Perry, Peterson, Potter.(2005). Keterampilan Dan Prosedur Dasar Intravena. Jakarta: EGC


Read more ...

Monday, January 15, 2018

TINJAUAN TEORITIS ASUHAN PERAWATAN PASIEN EPILEPSI

DUNIA KEPERAWATAN | 9:42 PM | 1 Comment so far
TINJAUAN TEORITIS ASUHAN PERAWATAN PASIEN EPILEPSI


Proses keperawatan adalah metode sistemik dimana langsung perawat bersama klien secara bersama menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan asuhan keperawatan dan  bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan optimal (La Ode Jumadi Gaffar, 1999 : 54).
 Proses keperawatan terdiri dari dari 5 tahap yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi, yang masing-masing saling berkesinambungan dan berkaitan satu sama lain.
1. Pengkajian
       Pengkajian adalah dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data/informasi tentang klien yang dibutuhkan dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan diagnosa keperawatan (La Ode jumadi Gaffar, 1999 : 57).
       Adapun  pengkajian pada klien dengan epilepsi, meliputi :
a. Identitas klien dan penanggung jawab
1) Identitas klien meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, nomber rekam medik, diagnosa medis
2) Identitas penanggung jawab orang tua meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama,  pekerjaan, pendidikan, alamat dan hubungan dengan klien seperti : ayah, ibu, anak, ataupun hubungan lainnya
           b. Keluhan utama
                       Keluhan utama yang dirasakan biasanya pada klien dengan epilepsi adalah kejang
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan  sekarang
       Merupakan pengembangan dari keluhan utama dan data yang menyertai  menggunakan pendekatan PQRST yaitu :
P : (Paliatif/provokatif) merupakan faktor pencetus terjadinya penyakit, hal yang memperberat dan memperingan, epilepsi bisa diperberat oleh adanya trauma pada kepala, infeksi, bahkan stressor juga dapat mengakibatkan epilepsi, pada klien epilepsi dengan gangguan jalan nafas kondisinya akan semakin berat dan dapat menimbulkan gagal nafas.
Q :   (Quantitas) menggambarkan seperti apa keluhan yang dirasakan klien. Pada klien dengan epilepsi biasanya mengeluh sakit kepala yang dirasakan sangat berat, dan mengganggu.
R : (Region/radiasi) untuk mengetahui lokasi dan keluhan yang   dirasakan. Pada klien dengan epilepsi. Keluhan biasanya dirasakan di daerah frontal atau rasa sakit di daerah oksipital.
S :    (Skala) intesitas nyeri apabila klien merasakan nyeri. Pada klien dengan epilepsi cenderung merasakan nyeri dengan sekala 3-4 bahkan apabila serangan terjadi secara serentak  skala nyeri bisa menjadi 5 dari rentang nyeri 1-5
T :  (Time)  waktu keluhan dirasakan dan durasinya berapa lama keluhan dirasakan. Pada epilepsi biasanya kejang terjadi setiap 1 jam kurang lebih 3X, lamanya setiap kejang kurang lebih 1/ 2 menit
2) Riwayat kesehatan masa lalu
       Riwayat kesehatan menjelaskan tentang riwayat perawatan di RS, alergi, penyakit yang pernah diderita klien yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang seperti panas, batuk pilek, atau penyakit yang serupa diderita klien.
1)   Riwayat kesehatan keluarga
       Riwayat kesehatan keluarga perlu ditanyakan mengenai penyakit yang sifatnya menular dan apakah penyakit tersebut tertular dari anggota keluarga maupun penyakit keturunan.
2)   Genogram
       Merupakan gambaran keturunan  dalam keluarga serta pola asuh klien.
3)   Riwayat persalinan dan kehamilan
          Ditanyakan keadaan ibu selama hamil, keluhan saat hamil, apakah ibu mendapatkan imunisasi TT, apakah ada makanan pantangan selama hamil, apakah ada riwayat yang berhubungan dengan kehamilan, pola kebiasaan ibu yang mempengaruhi terhadap kehamilan.


1)    Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
a)      Pertumbuhan menceritakan yang meliputi : berat badan, panjang badan, lingkar kepala, lingkar tangan dan lingkar perut. Pada anak usia infat berat badan akan menjadi dua kali lipat pad usia 6 bulan, panjang badan rata-rata 65 cm, lingkar kepala mencapai 42,5 cm. Pada anak dengan penyakit epilepsi biasanya tidak ada pengaruh terhadap pertumbuhan fisiknya, klien mungkin saja akan tumbuh besar sesuai dengan usianya.
b)      Perkembangan menceritakan tentang yang meliputi : motoris halus, motoris kasar, bahasa, perkembangan psikoseksual, perkembangan psikososial, perkembangan moral, dan perkembangan kepercayaan. Perkermbangan pad anak usia infant seperti motorik kasar dapat mengangkat kepala sambil berbaring terlentang, motorik halus minum dari cangkir dengan bantuan, perkembangan sensoris mengenali namanya sendiri, perkembangn kognitif memahami arti kata dan perintah sederhana, perkembangan bahasa mampu menggunakan kalimat satu kata. Akan tetapi pada klien dengan epilepsi akan memperlihatkan penurunan terhadap perkembangannya, anak mungkin akan menderita retradasi mental sehingga perkembangannya terhambat dan tidak sesuai dengan usianya.
2)    Riwayat imunisasi
       Merupakan hal-hal spesifik tentang imunisasi (jenis, umur, dan usia diberikan imunisasi) serta reaksi yang tidak diharapkan. Bila anak belum mendapatkan imunisasi catat alasannya. Pada anak usia 9 bulan harus sudah mendapatkan imunisasi lengkap seperti lengkap seperti : BCG, Hepatitis 1, 2 dan 3, DPT 1,2, dan 3, Polio 1, 2, 3 dan campak. Dan pada usia sekolah wajib sudah mendapatkan imunisasi DTP (difteri, tetanus, dan pertusis), OPV (paksin polio oral), HBC (vaksin konjugat haemophilus influenza tipe B dan MMR : virus hidup measles (campak), mups (gondongan), dan rubella (campak jerman) dikombinasi dalam satu vaksin.
3)   Riwayat pemberian makan
       Menjelaskan tentang pemberian ASI ekslusif atau pemberian PASI usia kurang dari 6 bulan dan jika diberikan PASI sebutkan jenisnya serta pemberian makanan padat dari mulai usia 6 bulan.
d. Pemeriksaan Fisik
1)       Keadaan umum
                   Pada klien dengan epilepsi sewaktu dilakukan pengkajian, biasanya klien mengalami kejang dan kesadaran compos mentis. Tanda tanda vital Tidak terdapat kelainan.
2)      Antropometri
Pemeriksaan antropometri ditujukan untuk mengetahui berat badan, dan tinggi badan. Karena pada penderita apilepsi biasanya ada yang mengalami retradasi mental sehingga tak jarang tubuh anak tersebut pun mengalami kelainan, anak dapat menjadi lebih pendek tubuhnya dibandingkan anak-anak seusianya.
3)      Pemeriksaan umum
a)   Kepala
       Pengkajian kepala meliputi : ukuran , kesimetrisan, distribusi rambut dan lingkar kepala. Pada klien dengan epileapsi biasanya klien mengeluhkan nyeri oleh karena adanya spasme atau penekanan pada tulang tengkorak akibat peningkatan TIK sewaktu kejang.
b)   Mata
  Pengkajian mata meliputi ketajaman penglihatan, gerakan ekstra ocular, kesimetrisan, penglihatan warna, warna konjungtiva, warna sclera, pupil, reflek cahaya kornea. Pada klien dengan epilepsi saat terjadi serangan klien biasanya mata klien cenderung seperti melotot bahkan pada sebagian anak lensa mata dapat terbalik sehingga pupil tidak Nampak.
c)   Hidung
Pengkajian hidung meliputi : fungsi penciuman, kesimetrisan, amati ukuran dan bentuk, kebersihan dan epitaksis. Pada penderita epilepsi jarang di temukan  kelainan pada hidung.
d)  Mulut
Pengkajian pada mulut meliputi : pemeriksaan bibir terhadap warna, kelembaban, lesi, gusi, lidah dan dalam palatum terhadap kelembaban, pendarahan, jumlah gigi dan tonsil. Pada penderita epilepsi biasanya ditemukan adanya kekakuan pada rahang.
e)   Telinga
Pengkajian pada telinga meliputi: hygiene, kesimetrisan, ketajaman pendengaran.
f)    Leher
Pengkajian pada leher meliputi : pemeriksaan gerakan kepala ROM (Range Of Motion), pembengkakan dan distensi vena. Pada sebagian penderita epilepsi juga ditemukan kaku kuduk pada leher.
g)   Dada
               Pengkajian pada dada meliputi : kesimetrisan, amati jenis pernafasan,   amati kedalaman dan regularitas, bunyi nafas dan bunyi jantung.
h)   Abdomen
Pengkajian pada abdomen meliputi : pemeriksaan warna dan keadaan    kulit abdomen, auskultasi bising usus, perkusi secara sistemik pada semua area abdomen, palpasi dari kuardan bawah keatas. Pada penderita epilepsi biasanya terdapat adanya spasme abdomen.
i)     Ekstermitas
Atas : pengkajian meliputi  : kesimetrisan, antara tangan kanan dan kiri, kaji kekuatan ektermitas atas dengan menyuruh anak meremas jarinya. Pada penderita epilepsi biasanya terdapat aktivitas kejang pada ekstermitas
Bawah : pengkajianya meliputi kesimetrisan antara kaki kanan dan kiri, kaji kekuatan ektermitas bawah. Pada penderita epilepsi biasanya terdapat aktivitas kejang pada ekstemitas
j)     Genetalia
 Pengkajian pada genetalia meliputi ; pemeriksaan kulit sekitar daerah anus terhadap kemerahan dan ruam, pemeriksaan anus terhadap tanda-tanda fisura, hemoroid, polip, atresia ani.


 e. Pola kebiasaan sehari-hari
1)        Pola nutrisi
Pada pasien epilepsi biasanya ditemukan gangguan nutrisi, karena apabila klien mengalami serangan maka akan terjadi spasme pada saluran pencernaan, terjadi kekakuan pada otot rahang sehingga klien tidak dapat mengunyah makanan dengan baik, hal ini dapat mengganggu status nutrisi klien
2)        Pola eliminasi
Pada pasien epilepsi biasanya ditemukan gangguan pola eliminasi, klien cenderung mengalami inkontinensia urin pasca serangan oleh karena adanya spasme pada saluran urogenital.
3)        Pola istirahat tidur   
Kaji pola istirahat tidur klien, apakah terganggu atau tidak sehubungan dengan adanya kejang. Pada klien epilepsi biasanya pola istirahat tidur terganggu karena adanya kejang.
4)        Pola aktivitas dan latihan
Biasanya aktivitas klien terbatas hanya di tempat tidur karena adanya kejang.
5)        Pola personal hygiene
Pengkajian dilakukan dengan menanyakan frekuensi mandi, menyikat gigi, keramas, menggunting kuku sebelum sakit dan setelah sakit, pengkajian ini efektif untuk mengetahui apakah ada perubahan yang signifikan pada aktivitas personal hygiene klien dengan epilepsi setelah terjadi serangan, dan apakah klien masih bisa melakukan aktivitas personal hygiene dengan normal setelah terjadi serangan epilepsi.
a.    Data psikososial
       Respon psiklogis klien dan orang tua akibat hospitalisasi juga perlu dikaji agar memudahkan dalam menentukan intervensi. Hospitalisasi pada anak dan orang tua. Hospitalisasi adalah suatu keadaan sakit dan harus dirawat di rumah sakit, hospitalisasi pada anak merupakan stresor bagi dirinya atau klien maupun keluarga. Adanya stress pada anak dan orang tua disebabkan karena tidak mengerti mengapa harus dirawat di rumah sakit, dimana bagi anak merupakan lingkungan asing. Stresor hospitalisasi akan mencetuskan rasa tidak aman dan nyaman bagi anak dan keluarga, dimana keadaan ini  memacu anak untuk menggunakan mekanisme koping dalam menangani stress yang dapat berkembang kearah krisis (Nursalam, 2001 : 17).
b.   Data perkembangan keluarga
       Dikaji sejauh mana perkembangan keluarga saat klien dirawat di rumah sakit. Keluarga klien dengan epilepsi harus diikutsertakan atau dilibatkan dalam perawatan klien, keluarga perlu mengetahui tentang status kesehatan anak, status perkembangan anak, karena pengetahuan tersebut efektif untuk memotivasi keluarga dalam perawatan klien dan pengetahuan tersebut juga efektif untuk mencegah injuri yang mungkin terjadi apabila perawatan dilakukan tidak intensif.
2. Diagnosa keperawatan
Menurut (Gaffar, 1999 : 61-62) diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan yang aktual atau potensial. Berdasarkan sifat masalah kesehatan klien, diagnosa keperawatan dibedakan atas diagnosa keperawatan aktual, menggambarkan masalah kesehatan yang sudah ada saat ini atau yang telah ada pada saat pengkajian.
       Diagnosa keperawatan  yang mungkin muncul pada klien epilepsi menurut Donna L. Wong, 2003 : 576.
1.   Resiko tinggi cedera berhubungan dengan tipe kejang.
2.   Resiko tinggi cedera hipoksia, dan aspirasi berhubungan dengan aktivitas motorik
3.  Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan kesadaran
   Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan epilepsi menurut Smeltzer C.Suzanne & Brenda G. Bare, 2001: 2207.
1.    Ketakutan yang berhubungan dengan kemungkinan yang terjadi setelah kejang
2.    Koping tidak efektif yang berhubungan dengan stres akibat epilepsi
3.    Kurang pengetahuan tentang epilepsi dan cara mengontrolnya berhubungan dengan kurang informasi
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan epilepsi menurut Doenges E. Marilynn.dkk, 2000: 262.
1.    Resiko tinggi terhadap trauma penghentian pernafasan berhubungan dengan kelemahan, kesulitan keseimbangan, keterbatasan kognitif, perubahan kesadaran, kehilangan koordinator otot besar atu kecil, kesulitan emosional.
2.    Resiko tinggi bersihan jalan nafas/pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, obstruksi trakeobronkial, kerusakan persepsi/kognitif
3.    Gangguan harga diri/ identitas pribadi berhubungan dengan stigma berhubungan dengan kondisi, persepsi tentang tidak terkontrol.
4.    Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kegagalan untuk berubah.
3. Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan dirumuskan  maka intervensi dan aktivitas perawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahap perencanaan keperawatan adalah menentukan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan sasaran dan tujuan, penetapan kriteria, evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan ( Gaffar, 1999 : 63)

       Rencana tindakan keperawatan menurut (Donna L. Wong, 2003 : 577)
antara lain :
1. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan tipe kejang
a. Tujuan : Klien tidak mengalami cedera
b. Hasil yang diharapkan :
1) Klien bebas dari resiko cedera
c. Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1.      Diskusikan dengan orangtua dan anak mengenai aktivitas yang tepat untuk anak
2.      Dampingi anak selama aktivitas
3.      Anjurkan anak untuk melakukan mandi dengan shower


4.      Berikan pengertian pada orang terdekat dengan anak mengenai bantuan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar anak tetapi meminimalkan resiko cedera 
1.     Anak dan keluarga dapat menyutujui aktivitas yang tepat untuk anak yang mengurangi meminimalkan cedera
2.     Supaya anak terhindar dari cedera
3.     Mandi shower efektif untuk meminimalkan cedera yang mungkin terjadi dari pada anak mandi di bak, dan mandi shower juga mengeluarkan butiran air yang kecil sehingga dapat memberikan pijatan lembut pada punggung anak
4.     Agar orang terdekat mengerti mengenai cara membantu anak yang baik akan tetapi meminimalkan cedera.

2. Resiko tinggi cedera hipoksia, dan aspirasi berhubungan dengan aktivitas motorik
a. Tujuan : Klien tidak mengalami cedera dan aspirasi
b. Hasil yang diharapkan :
1) Klien tidak menunjukan tanda-tanda cedera dan aspirasi
c. Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1. Hitung lamanya kejang
2. Lindungi anak selama kejang
3. Longgarkan pakaian

1.  Menghitung lamanya kejang
2. Efektif untuk melindungi anak selama fase kejang terjadi
3. Melonggarkan pakaian
3. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan kesadaran
a. Tujuan : Klien tidak mengalami cedera dan tetap tenang
b. Hasil yang diharapkan :
1) Klien tidak mengalami cedera fisik dan tetap tenang
c. Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1. Hitung lamanya kejang
2. Lindungi anak selama kejang
3. Lindungi anak setelah kejang

1.  Menghitung lamanya kejang
2. Efektif untuk melindungi anak selama fase kejang terjadi
 3.  Melindungi anak setelah kejang
Rencana tindakan keperawatan menurut (Smeltzer C.Suzanne & Brenda G. Bare, 2001: 2207)
antara lain :
1. Ketakutan yang berhubungan dengan kemungkinan yang terjadi setelah kejang
a. Tujuan : Klien tidak mangalami ketakutan setelah kejang berlangsung
b. Hasil yang diharapkan :
1) Klien bebas dari rasa takut yang akan dialami pasca serangan kejang epilepsi
c. Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1.     Kolaborasi bersama klien dan keluarga dalam pelaksanaan prosedur tindakan dan kepatuhan pengobatan yang baik untuk peningkatan kesehatan klien.
2.     Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti konvulsan secara rutin dan terus menerus





3.     Hindari semua faktor yang dapat menimbulkan klien kejang seperti kondisi tegang, gangguan emosi, dan konsumsi alkohol, berikan aktivitas sedang diselingi istirahat dan berikan penjelasan pada klien bahwa mengkonsumsi anti konvulsan bukan merupakan suatu kebiasaan yang dapat menimbulkan ketagihan.
1. Kepatuhan pengobatan yang dilakukan klien efektif untuk menurunkan resiko timbulnya kejang sehingga rasa takut yang akan dialami klien pasca kejang akan berkurang karena frekuensi kejangnya pun berkurang
2. Obat anti konvulsan tidak menimbulkan ketagihan konsumsi yang rutin tidak menimbulkan ketergantungan, akan tetapi konsumsi yang rutin disini dimaksudkan untuk mencegah serangan, dan memberikan kenyamanan pada klien, serta menghilangkan rasa takut akan timbulnya serangan ulang. 
3. Menghindari semua faktor yang dapat mencetuskan kejang bermanfaat dalam mencegah serangan ulang, dan bermanfaat untuk menghilangkan ketakutan yang mungkin timbul pasca serangan.
2.    Koping tidak efektif yang berhubungan dengan stres akibat epilepsi
a. Tujuan :
b. Hasil yang diharapkan :
1) Koping individu pada klien efektif
2) Stress akibat epilepsi tidak terjadi
c. Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1.      Bimbing klien untuk melakukan konseling terhadap ahli syaraf



2.     Kaji koping yang digunakan dalam menghadapi stress sehubungan dengan epilepsi
3.     Berikan pendidikan kesehatan mengenai perawatan klien dengan epilepsi
1.      Konseling dapat membantu individu dan keluarga  untuk memahami kondisi dan keterbatasan yang diakibatkan oleh. epilepsi sehingga mengaktifkan koping yang baik pula.
2.      Jenis koping yang digunakan berpengaruh terhadap stess yang mungkin terjadi akibat epilepsi.
3.      Pendidikan kesehatan sangat bermanfaat untuk menurunkan stress pada klien dan upaya untuk mengubah sikap pasien dan keluarga terhadap penyakit itu sendiri

.
3.    Kurang pengetahuan tentang epilepsi dan cara mengontrolnya berhubungan dengan kurang informasi
a. Tujuan :
b. Hasil yang diharapkan :
1) Klien dan keluarga mengetahui tentang ruang lingkup epilepsi dan keluarga serta klien mengetahui cara mengontrol epilepsi
c. Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1.     Berikan penjelasan kepada klien dan kelurga tentang pentingnya mengetahui ruang lingkup epilepsi
2.     Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga klien mengenai ruang lingkup epilepsi dan cara mengontrol epilesi
3.     Evaluasi tentang pendidikan kesehatan yang  diberikan pada klien dan keluarga klien
1.      Meyakinkan klien dan kelurga tentang pentingnya mendapat pengetahuan  ruang lingkup epilepsi guna pencegahan serangan ulang
2.      Pendidikan kesehatan efektip untuk memberikan informasi kepada klien tentang epilepsi dan cara mengontrolnya
3.      Evaluasi yang dilakukan setelah pendidikan kesehatan berguna untuk mengetahui sejauh mana pemahaman klien tentang epilepsi dan pemahaman tentang cara mengontrol epilepsi
   
 Rencana tindakan keperawatan menurut (Doenges E. Marilynn.dkk, 2000: 262)
antara lain :
1.    Resiko tinggi terhadap trauma penghentian pernafasan berhubungan dengan kelemahan, kesulitan keseimbangan, keterbatasan kognitif, perubahan kesadaran, kehilangan koordinator otot besar atau kecil, kesulitan emosional.
a. Tujuan :
b. Hasil yang diharapkan :
1)   Klien terhindar dari resiko tinggi penghentian pernafasan
2) Menurunkan resiko terjadinya kejang yang merupakan faktor pencetus dari penghentian jalan nafas

c. Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1.     Gali bersama-sama pasien stimulasi yang dapat menjadi pencetus kejang




2.     Atur kepala, tempatkan diatas daerah yang empuk (lunak) atau bantu meletakan pada lantai jika keluar dari tempat tidur

3.     Kolaborasi dalam pemberian obat anti epilepsi fenobarbital, diazepam, fenitoin, karbamazepin, klonazepam, asam valproat
1.     alkohol, dan berbagai obat stimulasi lain, kondisi kurang tidur, lampu yang terlalu terang, menonton televisi yang terlalu lama, dapat meningkatkan aktivitas otak, dan selanjutnya meningkatkan resiko terjadinya kejang
2.      mengarahkan ekstermitas dengan hati-hati menurunkan resiko trauma  secara fisik ketika pasien kehilangan kontrol terhadap otot volunter pernafasan
3.      obat anti epilepsi maningkatkan ambang kejang dengan menstabilkan membran sel saraf, yang menurunkan eksitasi neuron atau melalui aktivitas langsung pada sistem limbik
.
2.    Resiko tinggi bersihan jalan nafas/pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, obstruksi trakeobronkial, kerusakan persepsi/kognitif
a. Tujuan :
b. Hasil yang diharapkan :
1) Klien bebas dari gangguan nafas. (bersihan jalan nafas efektif, pola nafas klien efektif).
c. Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1.      Anjurkan pasien untuk mengosongkan mulut, benda/zat tertentu/gigi palsu atau alat yang lain jika fase aura terjadi dan untuk menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi tanpa ditandai gejala awal
2.      Kolaborasi dalam pemberian oksigen / ventilasi manual sesuai indikasi


3.      Anjurkan keluarga untuk meletakan
pasien dengan posisi miring pada permukaan datar, dan miringkan kepala selama serangan kejang
4.      Lakukan penghisapan/suction bila perlu
1.      Menurunkan resiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda asing ke faring



2.     Dapat menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang menurunkan atau oksigen sekunder terhadp spasmevaskuler selama vaskuler
3.     Untuk meningkatkan alirkan sekret yang dapat menyumbat jalan nafas



4.     Menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia

3.    Gangguan harga diri/ identitas pribadi berhubungan dengan stigma berhubungan dengan kondisi, persepsi tentang tidak terkontrol.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan
a. Tujuan :
b. Hasil yang diharapkan :
1) Klien bebas dari rasa takut yang akan dialami pasca serangan kejang epilepsi
c. Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1. Diskusikan perasan pasien mengenai diagnostik, persepsi diri terhadap penanganan yang di lakukan. Anjurkan untuk mengungkapkan/mengekspresikan perasaannya
2. Diskusikan rujukan kepada psikoterapi dengan pasien atau orang terdekat
1.     Reaksi yang ada bervariasi diantara individu dan pengetahuan/pengalaman awal dengan keadaan penyakitnya akan mempengaruhi penerimaan terhadap aturan pengobatan.
2.      Kejang mempunyai pengaruh yang besar pada harga diri seseorang dan pasien/orang terdekat dapat merasa berdosa atau keterbatasan penerimaan terhadap dirinya dan stigma masyarakat. Konseling dapat membantu mengatasi perasaan terhadap kesadaran diri sendiri

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan oleh perawat dan klien . Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknikal. Intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan ( Gaffar, 1999 : 65 ).
5. Evaluasi
Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan dengan melihat perkembangan masalah klien  sehingga dapat diketahui tingkatan-tingkatan keberhasilan intervensi. Evaluasi hasil perencanaan keperawatan dari masing-masing diagnosa keperawatan dapat pada kriteria hasil intervensi keperawatan ( Gaffar, 1999 : 67 ).
6.                                                    Catatan Perkembangan
       Catatan perkembangan merupakan catatan tentang perkembangan keadaan klien yang didasarkan pada setiap masalah yang ditemui pada klien, modifikasi rencana dan tindakan mengikuti perubahan keadaan klien. Pada teknik ini catatan perkembangan dapat menggunakan bentuk SOAPIER (Aziz Alimul Hidayat, 2002 : 44).
Komponen dalam catatan perkembangan :
S    :  Data Subjektif. Perkembangan keadaan didasarkan pada apa yang dirasakan, dikeluhkan dan dikemukakan klien.
O   :  Data Objektif. Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan lain.
A   :  Analisa. Kedua jenis data tersebut, baik subjektif maupun objektif dinilai dan dianalisis, apakah berkembang ke arah perbaikan atau kemunduran. Hasil analisnya dapat menguraikan sampai dimana masalah yang ada dapat diatasi atau adakah perkembangan masalah baru yang menimbulkan diagnosa keperawatan baru.
P    :  Perencanaan. Rencana penanganan klien dalam hal ini didasarkan pada hasil analisis diatas yang berisi melanjutkan rencana sebelumnya apabila keadaan atau masalah belum teratasi dan membuat rencana baru bila rencana awal tidak efektif.
I     :  Implementasi. Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana.
E   :  Evaluasi. Evaluasi berisi penilaian tentang sejauh mana rencana tindakan dan evaluasi telah dilaksanakan dan sejauh mana masalah pasien teratasi.

R   :  Reassesment. Bila hasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi, pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses pengumpulan data subjektif, data objektif dan proses analisisnya.

Untuk Daftar Pustakanya Silahkan REQUEST di Kolom KOMENTAR, sertakan alamat Email,, Trimaksih
Read more ...
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Search